Selasa, 04 Maret 2014

how does it feel?



Aku tidak tahu, apakah segala yang dijalani dengan kepalsuan akan berakhir sempurna? Mungkin ya. Karena semua itu sudah direncanakan dan dilakukan sebersih mungkin sehingga pada akhirnya nanti tidak akan ada yang tahu bahwa kita adalah korban kepalsuan. Mengapa aku dilahirkan dan besar di negara yang penuh dengan kepalsuan? Tak bisakah aku memilih tempat sederhana yang memungkinkanku untuk tidak mengenal kepalsuan? Aku ingin pergi dari semua ini! Meninggalkan segala kepalsuan yang datang dan pergi dalam hidupku, walaupun semua itu indah. Semua yang kukenal disini palsu! Materi, tawa, air mata, keadilan, cinta,…. Tidak ada yang nyata! Yang ada hanya aku, sendiri. Jika aku harus menangisi semua ini, aku akan melakukannya, tapi tak bisa. Atau mungkin air mataku sudah habis untuk menangisi kepalsuan yang menghampiriku? Batinku berteriak seraya bertanya,”aku lelaaaaaah! Tak bisakah tempatku berdiam diri ini lari?”. Aku tak tahu apa yang kurasakan, mungkin kecewa, hanya itu? Kurasa tidak! Jiwaku berkecambuk seakan ia mau meninggalkan raga ini. Wahai jiwa, kumohon, jangan tinggalkan ragaku, aku tahu kau sudah lelah menahan semua rasa yang ku pendam, mungkin aku sudah menyiksamu hingga begitu sakit. Aku tahu, jiwa dan batinku pasti menyesal telah ditempatkan di ragaku. Biarkan sajalah. Seperti aku membiarkan kepalsuan menggerogoti hidupku dan membiarkannya menjadi parasit dalam hatiku. Entah sebuah kebodohan atau kebaikan  kah yang kulakukan di masa lalu hingga saat ini aku tengah menikmati hasil dari perbuatanku yang membuatku gila dan sepertinya akan semakin menggila. Mungkinkah ini takdir Tuhan? Sebagian mungkin ya, tapi sebagian yang lain dan kurasa lebih banyak adalah takdir yang kubuat sendiri. Menyesal? Untuk apa disesali, toh sudah terjadi. Aku tidak ingin bertemu dengan apapun lagi. Tidak dengan materi, tawa, air mata, keadilan, cinta, ataupun yang lainnya. Aku ingin sesuatu yang nyata yang mungkin tidak terlihat tapi terasa, sehingga aku bisa memanjakan batin dan jiwaku agar mereka tidak lari dari ragaku. Aku menyukai saat aku sendiri. Kesendirian membuatku tenang, aku tidak merasa khawatir akan hal lain. Saat sendiri aku bisa merasakan batin dan jiwaku tertidur lelap dan beristirahat. Di dunia ini, aku tidak ingin sesuatu yang indah, keindahan itu hanya sesaat setelah itu hilang begitu saja tanpa tanggung jawab! Aku juga tidak ingin keadilan, karena keadilan selalu diikuti dengan ketidakadilan, keadilan yang sesungguhnya hanya bisa aku rasakan dariNya. Tak perlu lah mencintaiku dengan sejuta alasan, aku hanya percaya cinta itu anugerahNya dan tidak beralasan. Lebih baik aku diam daripada aku tertawa bersama ribuan mawar merah tapi ketika aku melangkah lebih jauh, durinya menusukku. Tak perlu juga meneteskan jutaan air mata untukku, mereka hanya akan menenggelamkanku dan membunuhku! Hey, kepalsuan! Tinggalkan aku! Jangan bangunkan jiwa dan batinku yang sedang beristirahat, kasihan mereka. Dan jangan pula tipu aku lagi dengan muslihatmu yang sangat menakjubkan itu. Hatiku sudah mati karena muslihatmu, pikiranku sudah terbunuh oleh tipu dayamu. Jangan pernah ikuti ragaku lagi. Aku ingin menikmati sisa hidupku bersama dengan batin dan jiwaku. Aku tidak ingin membuat batin dan jiwaku tersiksa. Mengertilah.. Tinggalkan aku. Dan jangan pernah kembali….