Aku tidak
tahu, apakah segala yang dijalani dengan kepalsuan akan berakhir sempurna?
Mungkin ya. Karena semua itu sudah direncanakan dan dilakukan sebersih mungkin
sehingga pada akhirnya nanti tidak akan ada yang tahu bahwa kita adalah korban
kepalsuan. Mengapa aku dilahirkan dan besar di negara yang penuh dengan
kepalsuan? Tak bisakah aku memilih tempat sederhana yang memungkinkanku untuk
tidak mengenal kepalsuan? Aku ingin pergi dari semua ini! Meninggalkan segala
kepalsuan yang datang dan pergi dalam hidupku, walaupun semua itu indah. Semua
yang kukenal disini palsu! Materi, tawa, air mata, keadilan, cinta,…. Tidak ada
yang nyata! Yang ada hanya aku, sendiri. Jika aku harus menangisi semua ini,
aku akan melakukannya, tapi tak bisa. Atau mungkin air mataku sudah habis untuk
menangisi kepalsuan yang menghampiriku? Batinku berteriak seraya bertanya,”aku
lelaaaaaah! Tak bisakah tempatku berdiam diri ini lari?”. Aku tak tahu apa yang
kurasakan, mungkin kecewa, hanya itu? Kurasa tidak! Jiwaku berkecambuk seakan
ia mau meninggalkan raga ini. Wahai jiwa, kumohon, jangan tinggalkan ragaku,
aku tahu kau sudah lelah menahan semua rasa yang ku pendam, mungkin aku sudah
menyiksamu hingga begitu sakit. Aku tahu, jiwa dan batinku pasti menyesal telah
ditempatkan di ragaku. Biarkan sajalah. Seperti aku membiarkan kepalsuan
menggerogoti hidupku dan membiarkannya menjadi parasit dalam hatiku. Entah
sebuah kebodohan atau kebaikan kah yang
kulakukan di masa lalu hingga saat ini aku tengah menikmati hasil dari
perbuatanku yang membuatku gila dan sepertinya akan semakin menggila.
Mungkinkah ini takdir Tuhan? Sebagian mungkin ya, tapi sebagian yang lain dan
kurasa lebih banyak adalah takdir yang kubuat sendiri. Menyesal? Untuk apa
disesali, toh sudah terjadi. Aku tidak ingin bertemu dengan apapun lagi. Tidak
dengan materi, tawa, air mata, keadilan, cinta, ataupun yang lainnya. Aku ingin
sesuatu yang nyata yang mungkin tidak terlihat tapi terasa, sehingga aku bisa
memanjakan batin dan jiwaku agar mereka tidak lari dari ragaku. Aku menyukai
saat aku sendiri. Kesendirian membuatku tenang, aku tidak merasa khawatir akan
hal lain. Saat sendiri aku bisa merasakan batin dan jiwaku tertidur lelap dan
beristirahat. Di dunia ini, aku tidak ingin sesuatu yang indah, keindahan itu
hanya sesaat setelah itu hilang begitu saja tanpa tanggung jawab! Aku juga
tidak ingin keadilan, karena keadilan selalu diikuti dengan ketidakadilan,
keadilan yang sesungguhnya hanya bisa aku rasakan dariNya. Tak perlu lah
mencintaiku dengan sejuta alasan, aku hanya percaya cinta itu anugerahNya dan
tidak beralasan. Lebih baik aku diam daripada aku tertawa bersama ribuan mawar
merah tapi ketika aku melangkah lebih jauh, durinya menusukku. Tak perlu juga
meneteskan jutaan air mata untukku, mereka hanya akan menenggelamkanku dan
membunuhku! Hey, kepalsuan! Tinggalkan aku! Jangan bangunkan jiwa dan batinku
yang sedang beristirahat, kasihan mereka. Dan jangan pula tipu aku lagi dengan
muslihatmu yang sangat menakjubkan itu. Hatiku sudah mati karena muslihatmu,
pikiranku sudah terbunuh oleh tipu dayamu. Jangan pernah ikuti ragaku lagi. Aku
ingin menikmati sisa hidupku bersama dengan batin dan jiwaku. Aku tidak ingin membuat
batin dan jiwaku tersiksa. Mengertilah.. Tinggalkan aku. Dan jangan pernah
kembali….